Senin, 06 April 2009

Penanganan Sampah dengan Metode Waste to Energy

Permasalahan sampah merupakan salah satu sustainable social problem, penyokong terbesar degradasi kualitas lingkungan hidup di negara Indonesia. Pertambahan penduduk yang disertai dengan tingginya arus urbanisasi ke perkotaan telah menyebabkan semakin tingginya volume sampah yang harus dikelola setiap hari. Permasalahan inipun tidak diimbangi dengan jumlah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang ada dan kurang optimalnya sistem penanganan sampah di TPA dengan menggunakan metoda teknologi Galfad (gasifikasi, landfill dan anaerobic digestion) yang dianggap masih kurang memiliki pendekatan optimum dalam memegang prinsip penanganan secara 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle). Hal tersebut bertambah sulit karena keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA), mengingat kebutuhan TPA untuk Indonesia pada tahun 2020 kedepan diprediksikan memerlukan area seluas + 1610 ha. Dengan berpijak pada tututan kebijakan dunia kedepan, yakni pada tahun 2025 dicanangkan sebagai “Zero Waste Year” dan tuntutan tidak adanya ketegasan program pemerintah dalam penggolongan jenisnya secara terpadu kepada masyarakat dan kurangnya optimalisasi pengolahan/ pemberdayaan terhadap penanganan sampah yang lebih lanjut pada area TPA.

PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) - merupakan sebuah aplikan teknologi penanganan sampah di TPA yang berbasis sistem koversi termal Waste to Energy (WTE) yang ditawarkan oleh Kementerian Riset dan Teknologi (Menristek) Indonesia untuk mengatasi permasalahan sampah khususnya sampah perkotaan pada area TPA dengan mengadopsi keberhasilan teknologi WTE di luar negeri. Seperti halnya saat ini sedang digalakannya Kota Bandung sebagai kota perencanaan pertama ditunjuk untuk merealisasikan metoda penanganan berbasis WTE ini. Bandung, sebuah kota metropolitan yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik Nasional sebagai kota metropolitan dalam kategori penyokong sampah perkotaan terbesar pertama sebesar 2,1 ton/ hari (kota Surabaya di urutan kedua dan kota Makassar di urutan ketiga), yang masih dalam proses keberlanjutan pengembangan proyek di level analisis dampak lingkungannya (AMDAL).

Dengan menggunakan metodologi penulisan kualitatif: deskriptif, penulis bermaksud memaparkan metoda terbaik dalam penanganan sampah perkotaan di TPA bila dibandingkan metoda konvensional yang sudah ada melalui perekomendasian WTE. Mengingat Indonesia merupakan Negara Berkembang maka karakteristik pola pikir masyarakat pada umumnya berada dalam kondisi melakukan konstruktif disana-sini, sehingga secara otomatis berimbas kepada pola pikir masyarakatnya yang masih memegang sensitivitas yang sangat tinggi, maka dari itu penulis merumuskan rekomendasi konsep perencanaan yakni konsep WTE dengan menggunakan Pendekatan Multisistem terutama teruntuk studi kasus kota Bandung yang sekiranya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan lanjutan oleh pemerintah kota dan daerah. Pendekatan multisistem ini dimaksudkan untuk menyelaraskan antara konsep teknis yang sebelumnya telah dirancang secara ideal oleh Tim Feasibility Study PLTSa Bandung (Gedebage) dengan pola pikir masyarakat luas agar dapat diterima dan dapat mengoptimalkan teralisasinya WTE ini. Dengan konsep rekomendasi melibatkan seluruh pihak terkait (5 substansi pendekatan yang bersinergi) dan dengan berlandaskan tinjauan administratif, sosiokultural, dan ekologinya serta kajian tambahan terhadap sistem teknis penanganan sampah dan limbah pada WTE, penulis harapkan dari adanya penerapan proyek pembangunan WTE dengan penerapan pendekatan multisistem ini agar proyek ini tetap berlandaskan pembangunan yang berkelanjutan terutama dalam aspek sosial ekonomi, yakni pemberdayaan masyarakat (substansi masyarakat) sebagai pihak terkait dan terkoordinasi secara transparan dengan 4 substansi pendekatan lainnya. Sehingga diharapkan kontroversi yang ditimbulkan akibat kesalahpahaman antar berbagai pihak dapat diminimalisir. Disamping itu diharapkan dengan adanya WTE dengan pendekatan multisistem yang bersifat biokonservasi dalam upaya pendayagunaan potensi sumberdaya biologi-fisik sampah ini, dapat merealisasikan tujuan pemanfaatan sampah pada area TPA untuk dikonversikan menjadi energi listrik yang dapat bermanfaat sebagai pasokan listrik negara bagi kehidupan penduduknya dan dengan adanya teknologi WTE ini diharapkan dapat merealisasikan program penanganan sampah dengan berasaskan 3R secara optimal yakni meminimalisir (reduce) kuantitas volume sampah (perkotaan) pada TPA, untuk selanjutnya digunakan kembali (reuse) secara kreatif dan inovatif melalui teknologi berskala kecil (kompos) maupun skala besar dengan alternatif mendaur-ulangkan (recycle) sampah tersebut untuk dikonversikan ke dalam bentuk energi listrik yang dapat bermanfaat bagi kehidupan untuk nantinya dapat dilakukan manajemen pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dengan mengkombinasikannya melalui teknologi konvensional yang sudah ada seperti composting, yang pada akhirnya diharapkan dengan penggunaan teknologi terapan WTE ini dapat mengatasi permasalahan sampah di daerah perkotaan seluruh Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar